Presiden Tetapkan Lima Wakil Menteri
Selasa, 10 November 2009 | 18:20 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menetapkan lima calon Wakil Menteri yang akan dilantik, Rabu (11/11)
pukul 09.00 di Istana Negara. Kelima Wakil Menteri diumumkan Menteri
Sekretaris Negara Sudi Silalahi dalam keteranga pers, Selasa petang ini
di Kantor Presiden, Kompleks Istana Presiden Jakarta.
Kelima Wakil Menteri terpilih gelombang satu itu adalah:
- Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi (Deputi Menko Perekonomian bidang Pertanian dan Kelautan)
- Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak (Dirjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum)
- Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono (Deputi Menko Perekonomian bidang Infrastruktur dan Pengembangan wilayah)
- Wakil Menteri Perindustrian Alex Retraubun (Direktur Pemberdayaan Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan)
- Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar,Dirut Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesi/LPEI dan Deputi Menko Perekonomian bidang Kerjasama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional
Analisis
Sumber-sumber Kewenangan Tindakan Pemerintahan
Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah untuk bertindak bersumber pada tiga hal yaitu atribusi, delegasi, dan mandat
Atribusi ialah pemberian kewenangan oleh pembuat undang-undang
sendiri kepada suatu organ pemerintahan baik yang sudah ada maupun yang
baru sama sekali. Atribusi merupakan cara normal untuk memperoleh
wewenang.
Menurut Indroharto, legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang itu dibedakan antara :
- Yang berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembantuk konstitusi (konstituante) dan DPR bersama-sama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah;
- Yang bertindak sebagai delegated legislator : seperti Presiden yang berdasarkan pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara tertentu.
Sedangkan yang dimaksud delegasi adalah penyerahan wewenang yang
dipunyai oleh organ pemerintahan kepada organ yang lain. Dalam delegasi
mengandung suatu penyerahan, yaitu pelimpahan wewenang yang telah ada
yang berasal dari wewenang atribusi, kepada pejabat administrasi negara,
tidak secara penuh.
Adapun pada mandat yaitu pemberian tugas dari mandans (pemberi mandat
= menteri) kepada mandataris (penerima mandat = direktur
jenderal/sekretaris jenderal), untuk atas nama menteri membuat keputusan
administrasi negara.
Setelah para Wakil Menteri dilantik oleh Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono pada hari Rabu tanggal 11 November 2009, para Wakil Menteri
tersebut memiliki beberapa tugas penting dalam pemerintahan, uraian
tugasnya antara lain sebagai berikut:
- Wakil Menteri Pekerjaan Umum (Hermanto Dardak) bertugas memperbaiki infrastruktur diseluruh tanah air, termasuk infrastruktur dibidang transportasi, energi dan pertanian.
- Wakil Menteri Perhubungan (Bambang Susantono) bertugas meningkatkan moda perhubungan darat, laut dan udara sehingga seluruh pulau di Indonesia adalah rangkaian logistik nasional.
- Wakil Menteri Pertanian (Bayu Krisnamurthi) bertugas melanjutkan upaya swasembada pangan sekaligus meletakan landasan peningkatan produksi pertanian.
- Wakil Menteri Perdagangan (Mahendra Siregar) bertugas menghidupkan atau mengaktifkan perdagangan antar pulau di dalam negeri dengan tujuan agar tidak terlalu menggantungkan diri pada perdagangan internasional.
- Wakil Menteri Perindustrian (Alex Retraubun) bertugas merevitalisasi industri sehingga dalam jangka waktu 5 tahun mendatang bisa meningkatkan kapasitas produksi pabrik pupuk, gula,dan berbagai industri manufaktur lainnya
Wakil Menteri memperoleh wewenang delegasi dari Menteri. Karena
pembagian tugas, tanggung jawab tugas, pengambilan keputusan dan
wewenang sepenuhnya berada di tangan menteri mengingat tidak ada
peraturan Wakil Menteri sehingga Wakil Menteri tidak memiliki wewenang
untuk membentuk suatu kebijakan. Akan tetapi, untuk penandatanganan
peraturan bisa dilakukan Wakil Menteri jika menteri bersangkutan
berhalangan.
Dalam kasus pengangkatan Wakil Menteri ini, ada permasalahan yang
terjadi yaitu keberadaan Wakil Menteri itu tidak disertai dengan
penjelasan yang terang mengenai posisi dan kedudukan dari Wakil Menteri,
sehingga hal itu bisa memicu terjadinya konflik internal dalam
departemen. Menteri harus membagi tugas pokok dan fungsi bawahannya,
termasuk Wakil Menteri secara jelas. Prinsipnya tidak boleh ada tumpang
tindih dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Saya menilai, Wakil Menteri harus diberi kewenangan yang cukup. Bila
Wakil Menteri tersebut tidak memiliki kewenangan yang cukup maka dia
akan dilewati oleh Dirjen. Kalau Wakil Menteri tidak diberi kewenangan
cukup maka Dirjen tetap akan langsung berhubungan ke menteri karena
Dirjen menganggap Wakil Menteri tidak punya kewenangan apa-apa. Untuk
memperjelas kewenangan apa saja yang dimiliki oleh Wakil Menteri, maka
Presiden harus mengeluarkan Keputusan Presiden (keppres)
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Menganalisis kasus kedudukan Wakil Menteri tentunya harus dikaitkan
dengan norma yang berlaku dalam menjalankan pemerintahan tersebut agar
tidak melebihi batas-batas kewajaran dan kepatutan yang dianut
masyarakatnya. Oleh karena itu, perlu adanya pengaitan dengan Asas-Asas
Umum Pemarintahan yang Baik sehingga dapat kita lihat nantinya apakah
kedudukan wakil menteri dalam pemerintahan sesuai dengan norma yang
berlaku. Tetapi mengapa harus diakitkan dengan AAUPB? Hal itu karena
AAUPB sebagai asas hukum, bahannya diturnkan dari susula yang
berdasarkan pada moral. Moral berkaitan dengan etika, kesopanan,
kepatutan berdasarkan norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang
baik dan dipengaruhi oleh manusia, alam dan tradisi yang berubah-ubah
sesuai dengan waktu, tempat dan keadaan. Oleh karena itu, AAUPB sebagai
asas hukum yang memiliki daya mengikat dan harus dipatuhi oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara. Sebagaimana halnya norma atau aturan
hukum dan kaidah hukum.
Menurut Struyken pentingnya AAUPB merupakan persyaratan bagi kehidupan dan perkembangan Negara hukum modern. Di Indonesia sendiri terdapat 11 butir mengenai AAUPB yang dirangkum olh Crince de Roy yaitu,
- asas kepastian hukum,
- keseimbangan,
- kesamaan dalam mengambil keputusan,
- bertindak cermat,
- motivasi untuk setiap keputusan,
- larangan mencampur-adukkan kewenangan,
- kejujuran dalam bertindak,
- larangan bertindak tak wajar,
- pengharapan,
- menindak akibat keputusan yang batal, dan
- perlindungan atas pandangan hidup
Dalam kasus pengangkatan Wakil Menteri, secara teori Presiden
memiliki tujuan agar departemen yang dirasa berat tugasnya dapat
dipermudah dengan tambahan wakil menteri sehingga tujuan yang ingin
dicapai oleh Negara dapat terpenuhi dengan baik. Tetapi seharusnya dalam
setiap kebijakan diperhatikan dari segala sisi sehingga tidak
mengabaikan sisi yang lain. Dalam implementasinya AAUPB memiliki tiga
bagian pengelompokan yaitu bersifat formal berhubungan dengan proses
pembentukan keputusan, formal berhubungan dengan motivasi terbitnya
keputusan, dan materil sehubungan dengan isi keputusan.
Dalam kelompok asas pertama yaitu asas bersifat formal berhubungan
dengan proses pembentukan atau prosedural terdiri dari asas kecermatan
dan larangan bertindak sewenang-wenang. Dalam asas ini dilihat langkah
dalam mengambil sebuah keputusan sehingga asas larangan bertindak
sewenang-wenang bermanfaat dalam asas ini sehingga keputusan yang dibuat
tidak menyalahi aturan. Dalam kasus pengangkatan wakil menteri ini
telah sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 2008 yang mengatakan bahwa wakil
menteri boleh diangkat pada departemen yang membutuhkan penanganan
khusus. Artinya secara yuridis, keputusan ini secara prosedural tidak
salah karena sesuai dengan UU dan Presiden berhak mengangkat wakil
menteri sesuai kebutuhan yang dianggapnya perlu penanganan khusus.
Kelompok asas kedua adalah asas formal berhubungan dengan motivasi
dibentuknya keputusan tersebut. Dalam asas ini menampakkan berbagai
alasan yang mendukung diterbitkannya suatu keputusan. Dalam kasus ini
tentunya Presiden memiliki motivasi dalam mengambil keputusan. Secara
kasat mata tentu motivasinya adalah memudahkan kinerja departemen yang
dikira berat agar lebih melancarkan tugas-tugasnya, tetapi apabila kita
lihat lebih mendalam dimungkinkan terdapat unsur politis dalam
pengambilan keputusan ini.
Pengangkatan 11 wakil menteri dirasa terlalu memaksakan dan terkesan
seperi bagi-bagi kekuasaan tahap dua dan yang dibagi adalah para
profesinal dan tenaga ahli yang sebelumnya juga telah berjasa dan belum
kebagian posisi strategis.
Apabila hal ini benar adanya maka tentu saja keputusan ini bukanlah
sebuah keputusan yang efektif dan justru menambah gemuk birokrasi
pemerintahan. Akibat ketidakefektifan ini justru akan memperlambat
kinerja pemerintah dan akan berujung pada masalah kedua yaitu konflik
internal antara menteri dengan wakilnya akibat silang pendapat antara
kepentingan partai (bagi orang partai) dan keputusan yang diambil
berdasarkan pengetahuan professional.
Organisasi, Birokrasi, dan Kebijakan Publik
- 1. Organisasi
Organisasi menurut Prof. Prayudi Atmosudirjo adalah setiap bentuk
persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai
tujuan bersama dalam suatu ikatan hirarki. Sedangkan
Max Webber memberikan pengertian negara sebagai organisasi khususnya
organisasi kekuasaan adalah Negara sebagai komunitas manusia yang dapat
memiliki monopolli legitimasi penggunaan kekuatan fisik dalam wilayah
tertentu, walaupun tidak semua negara mampu melakukan hal ini, bahkan
ada negara yang tidak mempunyai aspirasi untuk melakukan hal tersebut.
Hakikat organisasi antara lain :
- Sebagai wadah dimana kegiatan diselenggarakan
- Sebagai proses interaksi antara orang-orang dalam organisasi Bentuk organisasi dapat dilihat dari mekanisme tata hubungan, wewenang dan tanggung jawab dalam organisasi yang bersangkutan. Berdasarkan strukturnya, bentuk organisasi terdiri dari empat macam yaitu :
a. Organisasi Lini/Garis
Adalah bentuk organisasi yang mana pucuk pimpinan dipandang sebagai
sumber wewenang tunggal, sehingga bawahan hanya mengenal satu pimpinan
yang berhak memerintah atau memberikan instruksi. Bawahan hanya
bertindak sebagai pelaksana. Bentuk organisasi yang se-macam ini
terdapat misalnya pada organisasi pemerintahan, organisasi ABRI dan
sebagainya.
Bentuk organisasi lini/garis ini juga dipergunakan oleh perusahaan perseorangan dalam bentuk industri rumah tangga.
b) Organisasi Staf
Adalah bentuk organisasi yang mana hubungan pimpinan dengan bawahan
atau sebaliknya, dimaksudkan untuk saling memberikan bantuan (kerja
sama) baik berupa pemikiran maupun perbuatan yang semata-mata dituju-kan
demi kelancaran tugas dalam organisasi. Para staf bekerja untuk
membantu kelancaran tugas pimpinan, dan pimpinan memberikan bimbingan
dalam melaksanakan tugas para staf, sehingga diharapkan tujuan secara
umum dapat dicapai dengan baik. Bentuk organisasi staf ini tidak ada
garis komando.
Bentuk organisasi staf ini biasanya dipergunakan oleh
organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan dan organisasi-organisasi
kecil, seperti LSM (Lembaga Sosial Masyarakat), Organisasi Keagamaan,
Organisasi Kepemudaan seperti KNPI, BKPRMI, Karang Taruna, organisasi
Kelompok Pecinta Alam dan sebagainya.
c) Organisasi Fungsi
Adalah bentuk organisasi yang disusun berdasarkan fungsi organisasi
yang bersangkutan. Tiap-tiap fungsi di-kerjakan oleh bagian-bagian
tertentu, yang satu sama lainnya saling berhubungan. Keberhasilan
organisasi fungsi ini tergantung koordinasi dan kerja sama yang baik.
Sekalipun dalam organisasi fungsi ini terdapat staf ahli dalam bidang
masing-masing, namun tanggung jawab dan garis komando tetap berada pada
para pimpinan.
Pada organisasi fungsi ini terdapat garis komando dan garis
koordinasi. Bentuk organisasi semacam ini banyak dipergunakan oleh
organisasi perusahaan yang ber-bentuk CV, Fa, dan PT.
d) Organisasi Panitia
Adalah bentuk organisasi yang ditujukan dalam rangka melaksanakan
suatu kegiatan yang bersifat insidentil dan untuk kepentingan kegiatan
tententu dan dalam waktu yang tertentu pula.
Organisasi Administrasi Negara atau disingkat OAN adalah terkait
dengan cara menggunakan jabatan oleh para pejabat pemerintah di dalam
menyelenggarakan tugas negara/tugas pemerintah. Cara untuk mencapai
tujuan tersebut bergantung pada bidang yang dimandatkan atau yang
dilimpahkan oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan kepada penyelenggara
tertinggi negara. Oleh karena itu, OAN disebut juga berfungsi sebagai
aparatur pemerintah yang bekerja atas dasar delegasi kewenangan,
sehingga aparatur pemerintah dapat melaksanakan tugasnya.
Struktur organisasi administrasi negara di tingkat Pusat terdiri dari,
- Pimpinan Pemerintahan
- Departemen dan Kementerian
- Badan Pengambil Keputusan Kebijakan Pemerintahan Tertinggi
- Lembaga non-Departemen
Dalam menjalankan pemerintahan, Presiden dibantu pula oleh staf
administrasi Presiden, yaitu Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet.
Fungsi Sekretariat Negara dan Sekretariat Kabinet dalam pemerintahan
penting karena sifatnya yang memantau berbagai tahap proses analisis dan
pembentukan kebijakan yang akan dijadikan keputusan pimpinan
pemerintahan tertinggi. Kabinet terdiri dari Menteri yang memimpin
Departemen, Menteri Koordinator , dan Menteri Negara yang memimpin
Kementerian Negara
Susunan dalam suatu Departemen terdiri dari :
- Unsur Pimpinan
Menteri sebagai pimpinan departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden
- Unsur Pembantu Pimpinan
Sekretariat Jenderal bertanggung jawab kepada Menteri yang bertugas
mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap
program administrasi, sumber daya manusia serta pengawasan. Dalam
melaksanakan tugas, Sekretaris Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi kegiatan departemen;
b. penyelengaraan pengelolaan administrasi umum untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Departemen;
c. penyelenggaraan hubungan kerja di bidang administrasi dengan
Kementerian Koordinator, Kementerian Negara, Departemen lain, Lembaga
Pemerintah Non Departemen dan Lembaga lain yang terkait;
d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri.
- Unsur Pelaksana
Direktorat Jenderal bertanggung jawab pada Menteri dan bertugas
melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaannya serta standardisasi
teknis tugas-tugas umum departemen
- Unsur Pengawasan
Inspektorat Jenderal bertanggung jawab pada Menteri dan bertugas melaksanakan pengawasan di departemen
- Unsur Pelaksana Teknis
Badan dan Pusat sebagai unsur pelaksana tugas administrasi atau tugas teknis departemen bertanggung jawab pada Menteri
- Staf Ahli , yang bertugas membantu Menteri memberikan telaahan mengenai masalah tertentu sesuai dengan bidang tugasnya.
- Instansi Vertikal
Perangkat departemen di daerah (kewenangan tidak diserahkan ke daerah tetap di pusat/departemen)
Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para
pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya..
Birokrasi secara umum dapat dirumuskan merupakan
suatu tipe organisasi yang melaksanakan tata kerja yang telah ditetapkan
oleh peraturan perundang-undangan, yang bertugas melakukan pelayanan
umum (public service) serta dilaksanakan dengan sepenuhnya (sense of belonging & sense of responsibility).
Menurut Prof. Prayudi Atmosudirjo, jabatan publik ini dijalankan oleh
pejabat pemerintah atau birokrat yang menjalankan tugasnya sesuai
dengan peran dan fungsinya dalam sistem birokrasi negara yang harus
mampu mengendalikan orang-orang yang dipimpinnya. Birokrasi dalam hal
ini mempunyai tiga arti[9], yakni:
- Sebagai tipe organisasi yang khas
Birokrasi menurut Peter Al Blau dan Charles Page dimaksudkan untuk
mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang dilakukan banyak
orang.
Max Webber mengemukakan teori mengenai birokrasi yang ideal sebagai berikut :
- Kegiatan regular yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi dalam tugas-tugas jabatan
- Pengorganisasian jabatan mengikuti prinsip hierarki
- Operasi pelaksanaan kegiatan dikendalikan oleh suatu system yang konsisten
- Pejabat yang ideal, melaksanakan kewajibannya dalam semangat formil non-pribadi
- Pengangkatan para pejabat berdasarkan syarat-syarat teknis (Merit system & Career system)
- Tipe birokrasi yang murni dari suatu organisasi administrasi berdasarkan pengalaman dilihat dari segi teknis akan dapat memenuhi efisiensi tingkat tertinggi
- Birokrasi sebagai suatu sistem kerja
Dimaksudkan sebagai sistem kerja yang berdasarkan atas tata hubungan
kerjasama antara jabatan-jabatan secara zakelijk, menurut prosedur dan
peraturan yang berlaku, tanpa pilih kasih dan tanpa pamrih
- Birokrasi sebagai tatatan dan alat kerja organ negara
Birokrasi itu tidak menyimpang dari apa yang telah diperintahkan oleh
atasan atau oleh peraturan perundang-undangan. Dan dalam melaksanakan
tugasnya seorang birokrat dilengkapi dengan azas legalitas dan azas freies ermessen.
- 3. Kebijakan Publik
Kebijakan Publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang
banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh
pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak.
Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik,
yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk
mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.
Dalam kasus pengangkatan Wakil Menteri ini, kami melihat hal ini
dapat menimbulkan masalah internal Departemen itu sendiri. Secara
yuridis formil, di dalam pasal 10 UU no 39 tahun 2008 memang
memperbolehkan adanya pengangkatan Wakil Menteri pada departemen yang
membutuhkan penanganan secara khusus. Namun, keberadaan Wakil Menteri
ini tidak disertai dengan penjelasan yang terang mengenai posisi dan
kedudukan dari Wakil Menteri ini.
Secara struktural organisasi, pengangkatan ini memiliki potensi
masalah. Karena jika kita cermati, tidak ada ruang untuk menempatkan
Wakil Menteri dalam struktur kelembagaan departemen. Dalam ayat (1),(2)
dan (3) pasal 9 UU tersebut, tidak ada satupun ketentuan yang
mengakomodasi jabatan Wakil Menteri. Wakil Menteri yang merupakan orang
lama birokrasi merasa jauh lebih berpengalaman dari menteri yang seorang
politisi dan pengalamannya di dunia birokrasi lebih sedikit
dibandingkan wakilnya.
Munculnya ”orang baru” ini menambah daftar panjangnya rantai
birokrasi yang bisa mengakibatkan proses pengambilan kebijakan yang
semakin rumit dengan struktur birokrasi yang semakin berbelit – belit.
Kemudian,keberadaan Wakil Menteri juga bisa memicu munculnya conflict of interest antara Menteri dan Wakil Menteri, hal ini disebabkan karena tidak adanya UU yang mengatur kedudukan Menteri dan Wakil Menteri.
Di saat banyak pihak memimpikan struktur pemerintahan yang seramping
mungkin, Presiden justru memperkenalkan sebuah jabatan baru yang
terkesan memperpanjang mata rantai birokrasi. Kami juga menilai
keberadaan posisi Wakil Menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II tidak
baik bagi proses reformasi birokrasi dan desentralisasi karena hal
tersebut akan menimbulkan pembengkakan birokrasi karena menambah
jabatan-jabatan di dalam birokrasi.
Fungsi-fungsi kerja wakil menteri sebenarnya bisa dikerjakan dan
dimaksimalkan oleh Dirjen maupun pejabat karier setingkat eselon 1 yang
berada di departemen yang bersangkutan.
Dari sisi anggaran, pemerintah kembali harus menyediakan alokasi
anggaran untuk pos jabatan Wakil Menteri tersebut. Dan anggaran negara
dalam APBN pada akhrnya akan semakin tersedot untuk belanja rutin, bukan
untuk belanja pembangunan. Ini berarti argumen pemerintah agar berhemat
anggaran negara dimentahkan sendiri. Lagi-lagi pemerintah tidak
konsisten dan konsekuen. Anggaran negara disedot untuk membiayai
birokrasi yang seharusnya tiap saat dapat terus dihemat.
Padahal, borosnya daya isap birokrasi di tingkat pusat terhadap
keuangan negara sudah sering dikritisi oleh para pengamat. Pemborosan
birokrasi pusat atas keuangan negara sudah sampai pada taraf meresahkan
karena tanpa diimbangi peningkatan kualitas kinerja dalam memberikan
pelayanan kepada publik.
[1] Safri Nugraha dkk. 2007. Hukum Administrasi Negara. Depok: CLGS Fakultas Hukum Universitas Indonesia hal. 58
[2] Ibid. hal. 66
[3] Ibid.,.hal. 67
[4]http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/10/28/85737/Kontroversi.Wakil.Menteri
[5] Safri Nugraha dkk. 2007. Hukum Administrasi Negara. Depok: CLGS Fakultas Hukum Universitas Indonesia hal. 162
[6] Ibid., hal. 170
[7] Safri Nugraha dkk. 2007. Hukum Administrasi Negara. Depok: CLGS Fakultas Hukum Universitas Indonesia hal. 171
[8] Ibid., hal. 180
[9] Ibid., hal. 181
[10] http://herwanparwiyanto.staff.uns.ac.id/files/2009/06/mapkebijakan-publik-dalam-perspektif-etika.doc
No comments:
Post a Comment