Kasus serangan terhadap warga Syiah di Sampang Madura, masih menjadi
topik hangat berbagai media massa nasional. Berbagai analisa terus
bermunculan terkait sebab dari insiden ini, mulai dari masalah keluarga,
bentrokan antar mazhab (Sunni-Syiah) hingga tanggapan akan adanya
tangan-tangan asing yang sengaja ingin mengobarkan kerusuhan di
Indonesia.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ahlul Bait
Indonesia, Habib Hasan Daliel Alaydrus, menilai ada intervensi asing di
balik aksi kekerasan terhadap komunitas Syiah Sampang, Madura, Jawa
Timur. Habib Hasan menuding Arab Saudi dan Israel sebagai negara yang
bertanggungjawab terhadap terbelahnya umat Islam Indonesia.
"Ada tangan setan yang bermain di Indonesia. Jadi ada upaya untuk
membenturkan Syiah dan Sunni di Sampang," kata Habib Hasan dalam doa
bersama Ahlul Bait Indonesia untuk korban Sampang di Tugu Proklamasi,
Jakarta Selatan, Selasa malam (28/8/2012).
Menurut
Habib Hasan, Arab Saudi dan Israel punya kepentingan untuk memecah
muslim Syiah-Sunni Indonesia. Sebab, kata Habib Hasan, muslim Syiah dan
Sunni punya potensi menjadi kekuatan besar yang ditakuti dunia. "Jika
dua sayap ini bersatu maka bisa menghadang kekuatan-kekuatan jahat
dunia," terang Habib Hasan.
Habib Hasan mengatakan
Syiah-Sunni bukan semata dua aliran dalam Islam. Masing-masing aliran
itu, dia menegaskan, mewakili Iran dan Indonesia, dua negara berpenduduk
muslim terbesar di dunia yang punya hubungan mesra. "Indonesia
mayoritas Sunni sedangkan Iran mayoritas Syiah. Kererasan di Sampang
bertujuan untuk memisahkan Iran dan Indonesia. Dua negara ini hendak
diadu domba," kata Habib Hasan.
Habib Hasan menilai
Israel jelas ketakutan jika muslim Iran dan Indonesia bersatu. Sedangkan
Arab Saudi, kata dia, dikenal sebagai negara yang paling gampang
menuduh sesat terhadap aliran Islam yang berseberangan dengan mazhab
resmi negara Osama Bin Laden itu, yakni Wahabi. "Di mana posisi Saudi
Arabia. Kita sering saksikan mereka main api untuk memecah kaum muslimin
dan membid'ahkan (menyesatkan) kelompok lain," kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin tidak
sependapat bila bentrokan yang terjadi di Sampang, Madura, Jawa Timur,
murni persoalan keluarga.
Din menilai, konflik Sampang
dipicu sikap ulama yang sering memutlakkan kebenaran pada kelompok
sendiri dengan membuat fatwa sesat terhadap kelompok lain.
"Dalam konflik Sampang, warna konflik internal keluarga memang ada,
tetapi pada dasarnya konflik di itu adalah aliran antara Sunni dan
Syiah. Ada motif ideologi dan teologi di dalamnya. Salah satunya, dipicu
sikap sebagian ulama yang membuat situasi semakin panas," kata Din.
Ini dikatakan Din usai membuka masa ta'aruf mahasiswa baru Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS) tahun ajaran 2012 di Gor UMS, Solo, Jawa
Tengah,Rabu (29/8/2012).
Menurut Din, tidak hanya di
Sampang, di berbagai tempat, para ulama baik atas nama organisasi maupun
pribadi, mengeluarkan pendapat yang memicu persoalan.
"Sampai kapan pun dan di mana pun, saya menentang keras sikap ulama
yang menyesatkan aliran lainnya. Terlepas setuju atau tidak dengan paham
yang diyakini aliran lain, tetapi tidak boleh menyebut sesat," papar
Wakil Ketua MUI Pusat itu.
Sementara itu, mengenai
wacana agar warga Syiah di Sampang direlokasi, Din menilai langkah itu
dilakukan akan menjadi preseden buruk pada kerukunan umat beragama di
Indonesia.
"Ada banyak bibit atau bara persoalan yang
mengancam kita saat ini. Jika relokasi dilakukan, maka itu akan menjadi
preseden buruk di kemudian hari. Terpenting, ulama jangan memberi
dorongan timbulnya sentimen, politikus juga jangan memancing di air
keruh," tegasnya.
Reaksi Jusuf Kalla
Hukum yang tidak ditegakkan mengakibatkan marak beragam konflik
horizontal yang menyebabkan korban jiwa yang berjatuhan, seperti saat
penyerangan warga Syiah Sampang, Madura, Jawa Timur.
Menurut mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, tindakan tegas aparat
keamanan dinilai penting agar konflik horizontal tidak meluas. "Ya,
bagaimanapun aparat keamanan harus bertindak tegas, karena kalau tidak
maka akan terulang-ulang terus," ujar Kalla di Jakarta, Kamis (30/8).
Lebih lanjut, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) ini menegaskan
Pemerintah harus bertindak tegas agar kasus serupa yang bernuansa suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA) tidak terulang di masa mendatang.
Menurutnya, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu terkait
perbedaan ideologi antarwarga negara dan penegakan hukum. "Perbedaan
ideologi jangan membuat kita saling membunuh, harus diatasi dengan
dakwah. Kedua, siapapun yang bersalah harus dihukum," tegasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi kerusuhan Sampang, sebuah Posko
Solidaritas Sampang terus mengirimkan bantuan logistik kepada para
pengungsi. Para pegiat kemanusiaan di Posko Solidaritas Sampang ini
mengirimkan bantuan berupa makanan, pakaian, dan beberapa kebutuhan
khusus untuk para wanita dan bayi.
"Hingga hari ini
bantuan terus mengalir, hari ini bantuan dikirimkan sebanyak 1 mobil
boks penuh. Jumlahnya saya kurang tahu persis. Bantuan tersebut meliputi
makanan, pakaian dan beberapa kebutuhan khusus seperti pembalut dan
susu bayi," ujar Koordinator Posko Solidaritas Sampang Ahmad Zainul
Hamdi.
(IRIB Indonesia/Okezone/Micom)
No comments:
Post a Comment